Resensi
Buku RETHINKING MULTICULTURALISM, Keberagaman Budaya dan Teori Politik
(Bab 6
Menata Kembali Negara Modern)
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kewarganegaraan
Dosen
Pengampu: Drs. Machmud AR, S.H, M.Si
Disusun
oleh :
Nama : Riska Anggraini
Saputri
Kelas : B
NIM : K6413062
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
A.
IDENTITAS
BUKU
Judul
|
RETHINKING MULTICULTURALISM,
Keberagaman Budaya dan Teori Politik
|
|||
Seri ISBN
|
978-979-21-1988-6
|
|||
Pengarang
|
Bhikhu Parekh
|
|||
Terbit
|
09-12-2008
|
|||
Halaman
|
530
|
|||
Dimensi (mm)
|
155x235
|
|||
Berat
|
|
0.71 kg
|
||
Penerbit
|
|
|||
B.
RESENSI
Bab
6 Menata Kembali Negara Modern
Ketika negara modern mulai muncul di akhir abad ke-15
dan awal abad ke-16, kelompok-kelompok sosial berbeda yang memiliki kepentingan
dan harapan berbeda berusaha membentuknya dengan cara-cara yang berbeda,
sehingga memunculkan banyak perjuangan politik dan diskusi filosofis mengenai
sifat, struktur, fungsi, dan tempatnya di dalam kehidupan sosial.
Dalam negara modern, wilayah memiliki arti yang sangat
penting. Wilayah merupakan wujud dasar atau tubuh negara. Wilayah membedakan
dengan sangat jelas suatu negara dari negara lain sehingga tidak ada keraguan
bagi anggota-anggotanya dan orang luar dari mana awalnya dan sampai kemana akhir
batas-batasnya. Batas wilayah tersebut memagari para anggotanya dan memberi
identitas geografis dan politik yang jelas termasuk nama kolektif. Memasuki
wilayah negara berarti memasuki yuridiksi dan tunduk kepada otoritasnya.
Berbeda dengan hampir semua pemerintahan sebelumnya, negara modern menawarkan
perlindungan kepada semua orang yang berada di dalam batas wilayahnya, terlepas
dari mereka menjadi anggota penuh atau tidak.
Pentingnya wilayah bagi negara modern ditegaskan
secara resmi oleh Pakta Westphalia pada tahun 1648 (Spruyt, 1994). Untuk waktu
yang lama agen-agen non-teritorial adalah agen-agen yang berdiri sendiri dan
otonom dapat mengadakan hubungan terikat dengan pemerintah-pemerintah. Negara
modern cukup unik dalam memberikan identitas teritorialnya, para warganya tentu
saja mempunyai banyak identitas, hubungan dan kesetiaan, namun identitas
wilayah lebih berperan dan dominan, sebuah aspek yang ditetapkan dengan tegas
oleh Pakta Westphalia dan semua perjanjian internasional berikutnya.
Negara modern juga mewakili suatu bentuk yang secara
historis unik dalam mendefinisikan dan menghubungkan para warganya. Tidak
seperti pemerintahan-pemerintahan pramodern, ia menghilangkan kelas, etinis,
agama, dan status sosial, dll dari warganya dan menyatukan mereka dalam bentuk
penerimaan mereka terhadap suatu sistem kekuasaan, yang juga dihilangkan dari
struktur relasi-relasi sosial yang lebih luas. Karena perbedaan-perbedaan
mereka yang dimunculkan secara sosial dihilangkan, warga negara dihomogenkan
dan dihubungkan dengan negara melalui cara yang sama, menikmati status dan
memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Wewenang negara modern bukan suatu kumpulan hak dan
prerogatif yang terpisah. Semua ini merupakan aspek atau atribut dari sebuah
kekuasaan tunggal, kekuasaan dasar dan menyeluruh yang disebut kedaulatan.
Dalam negara modern, sistem-sistem kekuasaan yang berbeda digantikan oleh kekuasaan
yang berdaulat, bersatu, tertinggi dan tidak dibatasi secara hukum yang
dianggap sebagai asal dari semua kekuasaan lain. Kedaulatan dianggap telah
melekat dalam negara, negara memiliki kedaulatan karena ia adalah negara.
Selanjutnya negara modern terbentuk dari dan
diharapkan memenuhi enam persyaratan berikut:
1. Harus memiliki wilayah yang jelas, memiliki sumber
kedaulatan tunggal dan secara sah memiliki kekuasaan yang tidak terbatas di
dalam batas-batas wilayahnya.
2. Harus berlandaskan pada satu kumpulan prinsip
konstitusional dan memperlihatkan identitas tunggal dan jelas
3. Warga dari suatu negara harus memiliki hak-hak yang
sama
4. Kewarganegaraan merupakan suatu hubungan antara
individu dan negara yang seragam, tidak dimediasikan dan homogen
5. Anggota-anggota dari negara merupakan masyarakat
tunggal dan bersatu
6. Jika negara terbentuk dari negara-negara bagian,
maka unit-unit yang menjadi komponennya harus secara umum memiliki hak-hak dan
kekuasaan yang sama.
Negara modern merupakan pencapaian luar biasa dan otentik
dari Eropa. Namun negara modern memiliki beberapa kelemahan, satu yang utama
adalah kecenderungannya pada homogenitas politik dan budaya. Karena negara
beranggapan dan berusaha menjamin homogenitas, ia memiliki kecenderungan untuk
menjadi sebuah bangsa. Sering dikatakan bahwa bangsa dan negara merupakan jenis
organisasi politik yang berbeda, dan bahwa negara–negara merupakan hasil dari
pembajakan oleh kaum nasionalis yang kurang beruntung terhadap negara.
Negara
modern menganggap baik suatu masyarakat yang secara budaya homogen atau
bersedia menjadi homogen. Negara modern dapat dengan mudah menjadi instrumen
ketidakadilan daan penindasan, bahkan menimbulkan ketidakstabilan dan penarikan
diri yang coba dicegahnya. Hal ini akan jelas terlihat ketika kita mengamati
kasus Kanada yang kini sedang menghadapi persoalan-persoalan yang diciptakan
oleh teori dominan negara dalam sebagian besar masyarakat multikultur.
Perdebatan Kanada
Selama seperempat abad mayoritas orang Quebec yang
berbahasa Perancis telah menyatakan bahwa mereka merupakan komunitas budaya
berbeda yang memiliki sejarah, bahasa, sistem hukum, nilai, konsep tempat di
dunia, kesadaran kolektif, sebagai kelompok manusia yang berbeda. Orang Quebec
mengagnggap bahwa masyarakat berbahasa Perancis di bagian lain Kanada ditekan
untuk meninggalkan bahasa dan budaya mereka sebagai tindak penghianatan, dan
mereka sendiri bertekad untuk menghindari nasib itu dengan pengorbanan apapun.
Dengan tujuan tersebut orang Quebec mengajukan dua
jenis tuntutan. Yang pertama, negara kanada mengakui orang Quebec sebagai
“masyarakat khusus”, measukannya di dalam Piagam, dan mendefinisikan dirinya
sebagai negara dwibangsa yang bertekad menumbuhkembangkan kedua identitas
tersebut. Jenis tuntutan kedua orang-orang Quebec lebih khusus dan terikat
dengan kekuasaan yang demi memeilhara identitasnya.
Setelah melewati banyak pertentangan dan negosiasi
yang panjang. Kanada memenuhi banyak tututan Quebec. Kini Quebec memiliki
kontrol yang besar terhadap imigrasi. Namun ada dua hal penting yang tidak
tercapai dalam tuntutan Quebec. Perjanjian Meech Lake tahun 1987 yang
mengakuinya sebagai masyarakat “khusus” keberadaan orang-orang berbahasa
Perancis sebagai “karakteristik dasar” Kanada, tidak diratifikasi oleh semua
wakil provinsi pada saat itu. Quebec juga diikat oleh Piagam Kanada, yang
sebagian ketentuannya mengahalangi Quebec untuk memperjuangkan
kebijakan-kebijakan budaya dan bahasa seperti yang diinginkannya kecuali Quebec
merupakan negara merdeka sendiri.
Alasan-alasan mengapa orang Kanada yang meskipun
bersimpati dengan aspirasi Quebec dan senang dengan etos dwibudaya negaranya,
merasa bahwa tuntutan federasi yang asimetris dari Quebec bertentangan dengan
keyakinan paling dalam mereka tentang bagaimana seharusnya negara tersusun:
1. Setiap negara harus didasarkan pada prinsip-prinsip
hukum dan politik dan semua warga negara setia kepada prinsip-prinsip tersebut
2. Tuntutan Quebec untuk mendapatkan status khusus dan
federasi asimetris yang terbentuk dari status khusus ini melanggar
prinsipkesetaraan provinsi yang harus menandai suatu negara federal yang tersusun
dengan baik
3. Semua orang Kanada “berada di atas” orang Kanada dan
secara sekunder merupakan orang Quebec, orang Ontario atau yang lainnya
4. Sebagaimana ditunjukkan oleh Piagam, Kanada adalah
negara liberal yang bekomitmen untuk memelihara hak-hak dasar dari warga
negaranya
5. Warga negara dari suatu negara harus mendapatkan
hak-hak dan kebebasan yang sama di mana pun mereka tinggal
6. Negara Kanada merupakan suatu masyarakat tunggal dan
bersatu, dan keputusan mayoritas bersifat mengikat bagi semua orang.
Keenam argumen di atas didasarkan pada teori dominan
tentang negara yang telah dikemukakan sebelumnya dan menyoroti ketidakmampuan
negara untuk mengatasi perbedaan yang mendalam. Argumen ke-1 meskipun negara
tidak selalu perlu untuk memiliki pernyataan hak-hak dasar yang dilindungi
secara konstitusional, namun argumen yang baik bisa berasal dari pernyataan
hak-hak dasar itu dalam masyarkat multikultural asalkan hak-hak tersebut mendapat
dukungan luas dari komunitas-komunitas konstituennya.
Argumen ke-2 keliru karena argument itu tidak berhasil
mengapresiasi bahwa ketika provinsi-provinsi memiliki sejarah, latar belakang
dan kebutuhan yang berbeda, memperlakukan mereka seolah-olah sama adalah
memperlakukan mereka secara tidak adil. Arguman ke-3 merupakan poin penting
tetapi terlalu dibesar-besarkan dan keliru memahaminya. Kewarganegaraan
merupakan status penting dan tak ada komunitas politik yang bisa bertahan lama
jika para warganya tidak mengidentifiksi diri kewarganegaraannya. Argumen ke-4
dan ke-5 didasarkan pada sebuah kesalahan umum. Entah Kanada merupakan negara
liberal atau tidak, hal itu harus diputuskan oleh semua komunitas utamanya
bukan oleh salah satu komunitas utama saja. Argumen ke-6 benar, tetapi tidak
bisa mengukur batas-batasnya. Prinsip kekuasaan mayoritas mengasumsikan adanya
sebuah masyarakat tunggal dan homogen yang memandang diri mereka sebagai suatu
masyarakat dan berperilaku sama.
Perdebatan India
Kasus di India,
perhatikan bahwa negara bagian Khasmir memiliki budaya berbeda dan sangat ingin
memelihara idenetitasnya. Pasal 370 Konstitusi India memberinya kesuasaan dan
perlindungan yang tidak diberikan kepada negara-negara bagian lain, dan
legislasi selanjutnya melarang warga negara di bagian lain India untuk menetap
dan membeli tanah di Khasmir. Penghormatan kepada identitas agama dan budaya
mereka di stu sisi dan pengurangan ketakutan terhadap kekuasaan Hindu di sisi
lain menyebabkan Konstitusi India mengizinkan agama minoritas untuk
mempertahankan hukum mereka sendiri dan sepakat untuk tidak mengubah
hukum-hukum itu tanpa sepengetahuan India.
Parlemen
memiliki kontrol administrasi yang lebih besar terhadap institusi-institusi
agama Hindu dibanding institusi-institusi non-Hindu, dan mengatur aktivitas
para penjahat yang menyamar sebagai orang suci Hindu di komunitas-komunitas
lain. Alasan-alasan dari perlakuan berbeda tersebut kompleks, sebagian besar
orang Hindu mempercayai negara dan siap untuk mengizinkan negara bertindak
sebagai kekuatan reformis mereka.
Semua hal yang memunculkan pertentangan hebat di
kalangan Hindu militan dan sebagian kaum liberal pada umumnya memiliki
dasar-dasar yang sama seperti yang terjadi di Quebec. Dikatakan bahwa negara
harus didasarkan pada sekumpulan prinsip tunggal yang seragam, negara harus
memiliki sistem hukum yang seragam, dan prinsip kesetaraan warga negara
mengharuskan semua warga negara di wilayah mana pun memiliki hak-hak dasar dan
kewajiban-kewajiban yang sama. Bahwa mengizinkan kaum minoritas memiliki hukum
sendiri dan memberikan komunitas-komunitas minoritas tersebut hak veto terhadap
perubahan dalam hukum-hukum itu mengancam identitas negara, dan bahwa negara
tidak boleh menghiraukan identitas-identitas agama, etnis, identitas lain, dan
sebagainya.
Kasus India sekali lagi mengilustrasikan kesulitan
menerapkan teori dominan tentang negara pada masyarakat yang memiliki
perbedaan-perbedaan yang mendasar. Kalangan minoritas telah beraksi lebih keras
terhadap usulan rasionalisasi negara dan memaksa partai Bhratiya Janata untuk
merendahkan atau membatalkan usulan-usulannya. Usulan-usulan itu bukan hanya
tidak bisa berjalan secara politik, tetapi juga tidak memiliki dasar dalam
keadilan. Ketika komunitas-komunitas yang berbeda memiliki kebutuhan yang
berlainan dan tidak sama dalam aspek-aspek yang relevan, adalah tidak adil jika
memaksakan perlakuan yang sama kepada mereka.
Selama negara tidak bisa mengabaikan pelanggaran
terhadap sebagian dari undang-undang ini daan perlu menegakkan prinsip-prinsip
keadilan dasar tertentu, maka satu-satunya tindakan yang dapat diterapkan
adalah mengupayakan apa yang disebut para Uskup Katolik dalam konferensi 1998
sebagai hukum perdata kesatuan bukan hukum perdata seragam. Karena sebagian
besar orang India mendefinisikan dirinya sebagai individu dan anggota komunitas
tertentu dan menuntut hak-hak individu dan kolektif, tidak ada alasan mengapa
negara India tidak boleh memiliki sifat-sifat liberal dan non-liberal sekaligus
dan memperlihatkan identitas politik ganda bagi warganya.
Pencarian Formasi Politik Baru
Secara umum, negara modern merupakan integrasi
institusional dari beberapa fungsi berbeda dalam satu unit kawasan atau
politik. Hal inilah yang menjadi satu-satunya faktor yang bisa mempertahankan
integritas wilayah, yang bisa menghasilkan sistem legitimasi kekuasaan dalam
batas wilayahnya untuk mengatur perekonomian, untuk melindungi dan menyebarkan
budaya nasional dan merupakan lambing identitas bersama penduduknya. Berkat
teknologi militer, globaliasasi, ekonomi yang saling mendukung, serta penegasan
identitas budaya, etnis dan identitas-identitas lainnya, fungsi-fungsi militer,
politik, ekonomi, simbolis tradisional negara dewasa ini memiliki logika yang
sangat berbeda yang semuanya bermuara kepada negara.
Ini tidak berarti bahwa negara akan memudar atau
menjadi usang, ia tetap menjalankan peran historis yang penting, karena dewasa
ini negara sendiri bisa menyediakan suatu struktur kekuasan yang stabil dan
demokratis, untuk menetapkan aturan hukum, untuk menjaga ketertiban, untuk
menjamin keadilan sosial kepada warga negaranya. Tetapi beberapa fungsi
tradisional lainnya telah kehilangan relevansi dan nilai, atau memerlukan
struktur kekuasaan yang berbeda, atau tidak bisa dihilangkan begitu saja oleh
negara.
Negara tidak bisa melepaskan fungsi-fungsi militer dan
ekonominya, dan bukan merupakan suatu unit enkonomi dan militer yang kuat.
Negara tidak sepenuhnya berdaulat atas wilayahnya tetapi harus berbagi
kedaulatan wilayah dengan badan-badan lokal supranasional; sebaliknya
kedaulatannya tidak terbatas pada wilayah tertentu dan sring menjangkau
melewati batas-batasnya. Singkatnya, kesatuan wilayah, kedaulatan dan
kebudayaan yang dulu begitu kental telah mempercepat perkembngan dan
konsolidasi negara modern dan menyediakan landasan historis telah semakin cepat
menglami disintegrasi.
Kedaulatan
negara tidak harus terdiri dari suatu sistem kekuasaan tunggal dan uniter
seperti yang dikemukakan oleh sebagian pakar besar sejak Hobbes, dan mungkin
melibatkan beberapa pusat kekuasaan yang menjalankan yuridiksi secara tumpang
tindih dan mengambil keputusan-keputusan melalui negosiasi dan kompromi.
Kedaulatan negara bahkan tidak harus menjangkau semua bidang kehidupan
sebagaimana yang dikemukakan oleh sebagian besar ahli negara, karena
komunitas-komunitas konstituen mungkin tidak pernah menyerahkan hak untuk
menentukan nasibnya sendiri kepada negara sebagaimana yang telah dilakukan
individu dalam teori kedaulatan negara dari kaum kontraktualis tradisional.
Kedaulatan negara bukan tidak terbatas dalam urusan kedalam atau keluar,
terutama jika sebagian besar masyarakatnya melintasi batas-batas negara.
C.
KELEBIHAN
Buku ini sangat menarik menceritakan secara panjang
lebar mengenai perkembangan terbentuknya negara modern dan juga masalah-masalah
yang dihadapi dalam mewujudkan negara modern. Buku Rethinking Multiculturalism,
Keberagaman Budaya dan Teori Politik (Bab 6 Menata Kembali Negara Modern) ini
memaparkan dengan jelas apa itu yang dimaksud dengan negara modern. Kemudian
juga di dalam bab 6 buku ini telah disebutkan mengenai enam persyaratan
terbentuknya negara modern. Buku ini juga telah menjelaskan kelebihan dan
kelemahan dari negara modern. Selain itu di dalam bab 6 buku ini telah
diberikan contoh mengeni negara modern dan permasalahan multikultur yang
dihadapi oleh negara tersebut. Seperti dalam membahas mengenai permasalahan
negara modern di Kanada dibahas dengan rinci sehingga pembaca buku dapat
memahami dengan jelas permasalahan multikutural yang terjadi di kanada yaitu
yang dialami oleh orang Quebec yang tinggal di Kanada. Kemudian dalam membahas
alasan-alasan mengapa orang Kanada yang meskipun bersimpati dengan aspirasi
Quebec dan senang dengan etos dwibudaya negaranya penulis memberikan argumennya
pada setiap poin sehingga pembaca menjadi lebih paham.
Selain
membahas permasalahan multikultural negara modern di Kanada pada bab 6 buku ini
juga membahas tentang negara modern India, sehingga dengan membaca buku ini kita
dapat memahami permasalahan multikultur yang terjadi di India. Setelah membaca
buku ini saya mengetahui bahwa negara modern memiliki kelebihan dan kelemahan,
karena kita tidak bisa menghapus negara moden ataupun mempertahankannya dalam
bentuk seperti sekarang ini, kita perlu merumuskan kembali sifat dan
peranannya. Negara tidak hanya harus terdiri dari satu orang saja, negara bisa
merupakan kumpulan dari komunitas-komunitas, yang masing-masing memiliki
tingkat otonomi berbeda tetapi dipersatukan oleh ikatan-ikatan hukum dan
politik yang sama.
D.
KELEMAHAN
Dalam buku Buku Rethinking Multiculturalism,
Keberagaman Budaya dan Teori Politik (Bab
6 Menata Kembali Negara Modern) hanya diberikan dua contoh negara yang
mengalami permasalahan dalam mewujudkan negara modern yaitu Kanada dan India.
Akan lebih baik lagi jika diberikan lebih dari dua contoh, sehingga dapat lebih
memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan lebih jelas mengenai negara modern
dan juga permasalahan multikultur yang dihadapi negara modern. Sehingga dengan
hanya diberikan dua contoh maka penjelasannya masih kurang mendalam. Di dalam
buku ini juga tidak menyinggung mengenai negara Indonesia, padahal negara Indonesia
juga merupakan negara yang masyarakatnya multikultural. Selain itu buku ini
belum memberikan solusi yang jelas untuk menyelesaikan permasalahan multikultur
yang dihadapi dalam mewujudkan negara modern.