Sabtu, 30 April 2016

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Etika Politik dalam Sistem Politik Indonesia



MAKALAH IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASLA SEBAGAI ETIKA POLITIK DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem Politik Indonesia
Dosen Pengampu: Drs. Hassan Suryono, S.H, M.Pd, M.H


  
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai suatu sistem filsafat, Pancasila mempunyai kedudukan dan peran utama sebagai dasar filsafat negara. Dengan kedudukannya pancasila mendasari dan menjiwai semua proses penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang serta menjadi rujukan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bersikap dan bertindak dalam kehidupannya sehari-hari. Proses kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bias dilepaskan dari dimensi kehidupan politik. Akan tetapi, kehidupan politik di setiap negara tentu saja berbeda, salah satu penyebabnya adalah faktor perbedaan ideologi. Kehidupan politik orang hidup di negara yang menganut paham liberal tentu saja berbeda dengan kehidupan politik di negara yang menganut paham sosialis atau komunis. Begitu juga dengan kehidupan kehidupan politik bangsa Indonesia.
Kehidupan politik rakyat Indonesia selalu didasari oleh nilai-nilai Pancasila.pancasila merupakan landasan dan tujuan kehidupan politik bangsa kita. Berkaitan dengan hal tersebut proses pembangunan politik yang berlangsung di Negara kita sekarang ini harus diarahkan pada proses implementasi sistem politik demokrasi Pancasila yang handal yaitu sistem politik yang tidak hanya kuat, tetapi juga memiliki kualitas kemandirian yang tinggi yang memungkinkannya untuk membangun atau mengembangkan dirinya secara  teus-menerus sesuai dengan tuntutan aspirasi masyarakan dan perubahan zaman. 
 
Dengan demikian, sistem poitik Pancasila akan senantiasa berkembang bersama dengan perkembangan jati dirinya, sehingga dapat terus mempertahankan, memelihara, dan memperkuat relevansinya dalam kehidupan berpolitik. Oleh karena itu secara langsung Pancasila telah dijadikan etika politik seluruh komponen bangsa dan negara Indonesia. Apabila dikaitkan dengan sistem politik, pemahaman tehadap Pancasila sebagai etika politik merupakan salah satu bagian dari tujuan sistem politik Pancasila. Oleh karena itu sistem politik Pancasila harus mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar Negara sekaligus sebagai etika politk, sehingga nilai-nilai Pancasila akan selalu hidup dalam berbagai dimensi kehidupan warga negara Indonesia.
BAB II
PERMASALAHAN
Eksistensi sebuah Negara salah satunya tergantung pada keberadaan ideologi yang menjadi dasar suatu Negara. Eksistensi negara dalam berbagai urusan baik urusan kedalam maupun keluar sangat dipengaruhi oleh ideologi yang dimilikinya. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh setiap negara, dalam hal ini adalah pemerintahannya, selalu berdasarkan kepada ideologi nasional negara yang besangkutan. Tidak hanya itu ideologi negara menjadi pandangan dan pedoman hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam konteks kehidupan politik, Pancasila harus dijadikan sebagai etika politik oleh setiap warga negara Indonesia. Kebebasan yang diperoleh setiap warga negara  dalam segalaaspek harus diimplementasikan dengan berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sehingga setiap tindakan politik warga negara  selalu mencerminkan tindakan politik yang menjujung tinggi Pancasila yaitu tindakan politik yang berKetuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradap, menjunjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan utama dalam makalah ini adalah bagaimana implementasi nialai-nilai Pancasila sebagai etika politik dalam sistem politik Pancasila? Untuk lebih memfokuskan pembahasan, maka penulis merumuskan beberapa subpermasalahan yaitu:
1.      Mengapa Pancasila dijadikan dasar sebagai sistem politik Indonesia ?
2.      Bagaimana muatan Pancasila dalam kajian sistem politik ?
3.      Bagaimana nilai-nilai Pancasila sebagai sumber etika politik ?
4.      Bagaimana proses implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?





2
 
 
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
A.    Pengertian Pancasila
1.      Pengertian Pancasila secara Etimologis
Dilihat dari asal usul kata atau etimologis, istilah Pancasila berasala dari bahsa Sansekerta. Menurut Mr. Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta Pancasila memiliki dua macam arti yaitu:
a.       Panca artinya “lima”, syila dengan vokal i pendek artinya “batu sendi” atau “dasar”.
b.      Panca artinya “lima”, syiila dengan vokal i panjang atinya “peraturan tingkah laku yan baik atau penting”.
Oleh karena itu secara etimologis kata Pancasila yang dimakdsudkan adalah istilah Panca Syila dengan vokal  i pendek memiliki makna “berbatu sendi lima” atau “dasar yang memiliki lima unsur". Sedangkan Panca Syiila dengan vokal  i panjang bermakna lima aturan tingkah laku yang penting. Pancasila tang berlaku sekarang adalah Panca Syila dengan vokal  i pendek. Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
Dalam buku Negarakertagama terdapat ketentuan bagi raja yang berbunyi yatnaggegwani pancasyiila kertasangkarbhisekka karma, yang artinya adalah raja menjalankan dengan setia kelima pantangan (Pancasila). Dalam buku Sutasoma dikenal dengan istilah Panca Krama. Dengan demikian Pancasila waktu itu adalah merupakan lima dasar tingkah laku atau lima perintah kesusialaan.







3
 
 
2.      Pengertian Pancasila secara Terminologis
Pengertian Pancasila secara terminologis berkaitan dengan pengucapan dan penulisan isi rumusan Pancasila yang sah dan benar secara konstitusional. Yaitu yang tercantum dalam Pembuakan Undang-undang Dasar 1945 alenia IV sebagai berikut:
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradap
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yag dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila yang tercantum dalam alenia IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 tersebut secara konsitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia yang disahkan oleh PPKI mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan, serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia (Notonegoro, 1975: 6).
3.      Nilai-nilai Pancasila
Menurut Triyanto (2013: 68) Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan nilai kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sehingga sebagai suatu dasar negara Pancasila memiliki nilai-nilai tersendiri pada setiap silanya yaitu:



a.       Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan yang maha esa mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang atheis. Nilai ketuhanan juga memiliki arti adanya pengakuan akan kebebasan beragama, menghormati kemerdeaan agama, dan tidak diskriminatif antar umat beragama.
b.      Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradap mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam kehidupan bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c.       Nilai Persatuan
Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia juga mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia.
d.      Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatun pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah untuk mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e.       Nilai Keadilan
Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan yaitu tercpainya Indonesia yang adil dan makmur secara lahir dan batin. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif.


B.     Sistem Politik
1.      Pengertian Sistem
Menurut "Webster's New Collegiate Dictionary" seperti dikutip oleh Sukarna kata 'system' berasal dari kata syn' dan 'histanai' yang artinya "to place together" (menempatkan bersama-sama). Sistem diartikan sebagai "a complex of ideas, principles, etc., forming a coherent whole, as the American system of government" (suatu kompleks gagasan, prinsip dan lain sebagainya, yang membentuk suatu keseluruhan yang berhubung-hubungan, seperti misalnya sistem pemerintahan Amerika).
(Sukarna, 1990: 13).
"Advanced Learners Dictionary," seperti dikutip oleh Sukarna, mengartikan sistem sebagai "a group of facts, ideas, beliefs, etc. arranged in an orderly way, as a system of philosophy" (sekelompok fakta, gagasan, kepercayaan dan lain sebagainya yang ditata dengan secara rapi, seperti suatu sistem filsafat). Dari dua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah merupakan sesuatu yang berhubung-hubungan satu sama lain sehingga membentuk suatu kesatuan. Suatu sistem, dengan demikian, pasti mempunyai struktur yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang satu sama lain saling berjalinan, dan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain sehingga membentuk suatu kesatuan yang bulat.
Dalam kaitannya dengan pengertian ini maka Almond dan Powell, sebagaimana dikutip oleh Rusadi Kantaprawira (1988: 4) mengatakan bahwa: "system implies the interdependence of parts, and a boundary between it and its environment. By 'interdependence' we mean that when the characteristics of one part in a system change, all the other parts and the system as a whole are affected" (sistem menunjukkan saling ketergantungan dari bagian-bagian, dan perbatasan antara sistem dengan lingkungannya.


2.      Pengertian Politik
Menurut Alan C. Isaak (1975: 15) politik sering diartikan sama dengan pemerintahan (government), pemerintahan atas dasar hukum (legal government), atau negara (state). Selain itu politik juga sering diartikan sama dengan kekuasaan power), kewenangan (authority) dan atau perselisihan (conflict). Politik (politics atau political) "meliputi peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar pusat-pusat pembuatan keputusan pemerintah".
Charles Hyneman sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak mengartikan politik sebagai "pemerintahan atas dasar hukum". "Titik pusat perhatian ilmu politik Amerika adalah bagian dari masalah-masalah kenegaraan yang berpusat di pemerintahan, dan macam atau bagian pemerintahan yang berbicara melalui undang-undang". Dengan demikian ada dua versi yang mendefinisikan politik sama dengan pemerintahan: versi pertama hanya membicarakan tentang pemerintahan, sedangkan versi kedua yang dibicarakan tidak hanya pemerintahan akan tetapi juga undang-undang.
Definisi berikutnya mempersamakan politik atau sistem politik sebagai "penjatahan nilai-nilai bagi suatu masyarakat dengan secara sah" (the authoritative allocation of societal values). Definisi ini dikemukakan oleh David Easton dan lebih menekankan pada aktifitas atau kegiatan daripada pada lembaga. Menurut Easton "penjatahan nilai-nilai secara sah" merupakan jenis kegiatan yang menarik bagi kita dengan alasan karena setiap nilai masyarakat dibutuhkan oleh setiap orang, bahwa orang-orang memiliki kepentingan atau tujuan yang berbeda-beda dan kepentingan atau tujuan yang berbeda-beda ini harus dialokasikan, dibagi-bagikan oleh seseorang atau oleh sesuatu, dan inilah yang disebut situasi power atau konflik" (Isaak, 20).


Perbedaan antara Harold Laswell yang mendefinisikan politik sebagai "Who Gets What When How?" dengan Easton adalah bahwa apabila Laswell menekankan pada peranan power dalam proses distribusi, maka Easton menekankan pada hubungan antara apa yang masih ada di dalam sistem (tumbuhan) dan apa yang keluar dari sistem (keputusan). Atau dengan kata lain Easton memusatkan perhatiannya pada keseluruhan sistem politik, sementara Laswell memusatkan perhatiannya hanya pada individu yang memiliki pengaruh paling besar pada proses distribusi, yaitu mereka yang memiliki power.
Pengertian politik berasal dari kata “politic” yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatubsistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politk menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decionmaking), kebijaksanaan (policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation).
(Miriam Budiarjo, 1981: 8).
3.      Pengertian Sistem Politik
Bahwa yang dimaksud dengan sistem politik adalah "sistem pengambilan keputusan yang mengikat masyarakat" atau "sistem pengalokasian nilai-nilai kemasyarakatan dengan secara sah kepada masyarakat". Kehidupan politik dapat dilibatkan dengan melihat segi-seginya satu persatu, seperti menyelidiki berfungsinya lembaga-lembaga politik (partai politik, kelompok kepentingan, pemerintahan, dan voting), juga mempelajari sifat-sifat dan akibat-akibat dari praktek-praktek politik (propaganda, manipulasi, kekerasan), atau juga meneliti struktur tempat terjadinya praktek-praktek seperti tersebut di atas.
(Mohtar Mas'oed, 1995: 4).

Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara). Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi. Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan – hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang. Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang).
C.    Makna Etika Politik
Sebagai salah satu cabang etika, etika politik merupakan salah satu bentuk filsafat praktis. Secara sederhana etika politik dapat diartikan sebagai cabang etika yang mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam menjalankan kehidupannya. Jadi etika politik tidak hanya mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai warga negara saja, melainkan seluruh aktivitas hidupnya. Hal ini dikarenakan ruang lingkup kehidupan politik yang mencakup bidang kehidupan lainnya. Dengan kata lain etika politik berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia (Franz Magnis Suseno, 2001: 17).
Secara substantif etika politik dapat dipisahkan dengan subjek etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral selalu menunjuk pada manusia sebagai subjek etika. Walaupun kedudukan dan sifat manusia selalu berkaitan dengan masyarakat, bangsa, dan negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia bukan sebagai warga negara. Hal ini semakin menegaskan bahwa etika politik mendasarkan suatu kebijakan kepada hakekat manusia sebagai makhluk yang beradap dan berbudaya (Franz Magnis Suseno, 2001: 19).
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi praksis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya. Kebijaksanaan serta keputusan yang diambil dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut politik maupun global, yang menyangkut politik dalam maupun luar negeri, ekonomi baik nasional maupun global, yang menyangkut rakyat dan lainnyaselai berdasarkan hukum yang berlaku (legitimasi hukum), hrus mendapat legitimasi rakyat (legitimasi demokratis) dan juga harus berdasarkan prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral) (Kaelan, 2010: 102).
Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.
Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan (Dadang Supadi, 2008: 17).












BAB IV
PEMBAHASAN
A.    Pancasila sebagai Dasar Sistem Politik Indonesia
Beberapa tokoh nasional telah merumuskan konsep Pancasila sesuai dengan sudut Pandang masing-masing. Namun jika dicermati, secara umum definisi konsep tersebut relatif sama. Menurut Muhammad Yamin Pancasila merupakan merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik. Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia. Sedangkan menurut Notonegoro (1975: 6) Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan, serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
Sukarna (1990: 13) telah mendefinisikan sistem sebagai suatu kompleks gagasan, prinsip dan lain sebagainya, yang membentuk suatu keseluruhan yang berhubung-hubungan. Pengertian sistem yang lain disampaikan oleh Rusadi Kantaprawira (1988: 4) yang menyatakan bahwa sistem menunjukkan saling ketergantungan dari bagian-bagian, dan perbatasan antara sistem dengan lingkungannya. Yang dimaksud dengan saling ketergantungan adalah bahwa bila ciri-ciri dari salah satu bagian dalam suatu sistem itu berubah, maka semua bagian yang lain dan sistem itu secara keseluruhan akan terpengaruh.
11

 
Menurut Alan C. Isaak (1975: 15) di dalam bukunya yang berjudul Scope and Methods of Political Science, politik sering diartikan sama dengan pemerintahan (government), pemerintahan atas dasar hukum (legal government), atau negara (state). Selain itu politik juga sering diartikan sama dengan kekuasaan power), kewenangan (authority) dan atau perselisihan (conflict). Pengertian yang lain disampaiakan oleh Miriam Budiarjo (1981: 8) politik berasal dari kata “politic” yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatubsistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politk menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decionmaking), kebijaksanaan (policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation).
Sehingga yang dimaksud dengan sistem politik seperti yang disampaikan oleh Mohtar Mas'oed (1995: 4) adalah "sistem pengambilan keputusan yang mengikat masyarakat" atau "sistem pengalokasian nilai-nilai kemasyarakatan dengan secara sah kepada masyarakat". Kehidupan politik dapat dilibatkan dengan melihat segi-seginya satu persatu, seperti menyelidiki berfungsinya lembaga-lembaga politik (partai politik, kelompok kepentingan, pemerintahan, dan voting), juga mempelajari sifat-sifat dan akibat-akibat dari praktek-praktek politik (propaganda, manipulasi, kekerasan), atau juga meneliti struktur tempat terjadinya praktek-praktek seperti tersebut di atas.
Dengan menggabungkan hasil-hasil penyelidikan itu kita dapat mempersoalkan suatu gambaran kasar tentang apa yang terjadi dalam setiap unit politik. Akan tetapi perlu disadari bahwa masing-masing bagian dan arena politik yang lebih besar itu tidaklah berdiri sendiri-sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lain; atau dengan kata lain, berfungsinya satu bagian tidak akan dapat dipahami tanpa memperhatikan cara berfungsinya keseluruhan bagian-bagian itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat penting memandang kehidupan politik sebagai suatu sistem kegiatankegiatan yang satu sama lain saling berkait-kaitan. Sifat saling berkaitan atau ikatanikatan sistemis dari kegiatan-kegiatan ini berasal dari fakta bahwa semua kegiatan itu mempengaruhi cara pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan otoritatif itu dalam masyarakat.
Sehingga alasan mengapa Pancasila dijadikan sebagai dasar sistem politik Indonesia karena sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber devariasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara atau sebagai sistem politik yang dianut Indonesia.
B.     Muatan Pancasila dalam Kajian Sistem Politik
Ada sejumlah  muatan  dari Pancasila yang dijadikan sebagai kajian dalam konsepsi politis. Pertama, Pancasila sebagai konsepsi politis menawarkan jalan keluar bagi usaha menghindari otoritarianisme negara, dan usaha mengembangkan ‘pluralisme’ sebagai ciri permanen dari kebudayaan publik yang demokratis di Indonesia. Sebagai konsepsi politis, Pancasila tidak membuka ruang bagi penggunaan kekuasaan negara yang bersifat memaksa (koersif) sebagaimana terjadi pada kasus ideologi sebagai doktrin yang komprehensif, karena konsepsi politis tidak beranggapan menerima doktrin komprehensif tertentu, sebaliknya, sebagai sebuah konsepsi politis Pancasila menghormati keberadaan doktrin-doktrin komprehensif, dan ini akan menghasilkan kesatuan (kohesi) sosial akibat dukungan yang diperoleh dari keragaman (diversity) doktrin-doktrin komprehensif yang ada dalam masyarakat.
Kedua, Pancasila sebagai konsepsi politis memberikan jalan keluar dari kesulitan  yang ada selama ini tentang jarak atau ketidakjelasan yang sering dianggap sebagai masalah antara ajaran Pancasila dan perkembangan sosial, politik dan ekonomi. Pancasila sebagai konsepsi politis hanya berlaku pada domain politis struktur dasar masyarakat dari kehidupan bernegara, sementara keyakinan atau nilai lain yang mungkin ada di luar yang politis sebagaimana berlaku pada asosiasi, atau keluarga atau orang-perorang, tetap dibiarkan hidup dan harus dihormati perkembangannya oleh negara.
Ketiga, Pancasila sebagai konsepsi politis dapat memperkuat kebebasan, persamaan, dan hak-hak sipil dan politik dasar bagi warga negara yang hidup dalam sebuah negara, dan bersamaan dengan itu juga memperkuat gagasan fundamental tentang Pancasila sebagai dasar negara. Gagasan fundamental tentang dasar negara ini tidak lain adalah gagasan tentang ‘arti penting konstitusional’ (constitutional essentials), yaitu prinsip-prinsip fundamental yang menentukan struktur dari proses politik kekuasaan legislatif, eksekutif, dan lembaga peradilan, dan juga kebebasan, hak-hak sipil dan politik dasar yang harus dihormati oleh mayoritas legislatif, seperti hak ikut dalam pemilihan dan berpartisipasi dalam politik, kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat, dan juga perlindungan hukum. Jika Pancasila sebagai konsepsi politis dapat memberikan kerangka prinsip-prinsip dan nilai yang masuk akal untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan arti penting konstitusional (constitutional essentials) ini, maka besar kemungkinan bahwa keragaman dari doktrin-doktrin komprehensif yang ada dalam masyarakat akan mendukungnya.
C.    Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Triyanto (2013: 68) yang menyatakan bahwa sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan nilai kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama ketuhanan yang maha esa dan sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradap merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia.
Negara Indonesia yang berdasarkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu bukanlah negara “Teokrasi” yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggara negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius, melainkan berdasarkan nilai hukum serta demokrasi. Oleh karena itu asas sila ketuhanan yang maha esa lebih berkaitan dengan  legitimasi moral. Hal inilah yang membedakan negara yang berketuhanan yang maha esa dengan negara teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan.
Sila kedua  Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan bernegara. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, yaitu setiap manusia berhak mendapatkan hak, pandangan serta perlakuan yang sama tanpa membeda-bedakan  manusia tersebut dari segi ras, suku, keturunan, status maupun agama. Selain itu asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Dalam Sila ketiga Persatuan Indonesia terkandung pengertian bahwa  bangsa Indonesia sebagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama. Sila ketiga Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatau kesatuan yang bersifat sistematis. Nilai yang terkandung dalam sila ini adalah sebagai penjelmaan dari sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagi makhluk individu dan sosial. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam satu semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Perbedaan bukannya untuk digunjing menjadi suatu konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat seperti yang terdapat dalam sila keempat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/ perwakilan. Rakyat merupakan asal mula kekuasaaan negara sehingga dalam pelaksanaan dan penyelenggara negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara.
Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan dalam hidup bersama sebagaimana terkandung dalam sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu pelaksanaan ndan penyelenggaraan negara harus berdasarkan hukum yang berlaku agar terciptanya perdamaian serta keadilan dalam hidup bersama.
Sebagai salah satu cabang etika seperti yang telah disampaikan oleh Franz Magnis Suseno (2001: 17) etika politik merupakan salah satu bentuk filsafat praktis. Secara sederhana etika politik dapat diartikan sebagai cabang etika yang mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam menjalankan kehidupannya. Jadi etika politik tidak hanya mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai warga negara saja, melainkan seluruh aktivitas hidupnya. Hal ini dikarenakan ruang lingkup kehidupan politik yang mencakup bidang kehidupan lainnya. Dengan kata lain etika politik berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia
Etika politik mempunyai fungsi yang terbatas dalam masyarakat yaitu hanya berkutat pada penyediaan alat-alat teoritis yang mempertanyakan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Etika politik tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan berdasarkan pada aspek rasionalitas, objektivitas, dan argumentasi. Akan tetapi etika politik membantu agar pembahasan-pembahasan masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif. Etika politik dapat memberikan orientasi dan pegangan normatif  bagi setiap orang yang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolak ukur martabat manusia atau mempertanyakan legitimasi moral sebuah keputusan politik.
Oleh karena itu, hukum dan kekuasaan membutuhkan suatu legitimasi atau pengakuan dan pengesahan secara moral dari masyarakat. Dengan kata lain, hukum harus menunjukkan bahwa dirinya berasal dari nilai-nilai moral yang berkembang dimasyarakat, bukan berasal dari kekuasaan belaka dan merupakan suatu bentuk keputusan bersama. Begitu juga dengan negara, dalam melaksanakan kekuasaannya harus berdasarkan pada tatanan normatif yang merupakan kehendak bersama warga negaranya.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan (1) asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, (2) disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi),  (3) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertntangan dengannya (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.

D.    Implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai Etika Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pancasila merupakan dasar etika politik bagi bangsa Indonesia. Hal  ini mengandung pengertian, nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila menjadi sumber etika politik yang selalu mewarnai dan diamalkan dalam kehidupan politi bangsa Indonesia. Oleh karena itu dapat dikatakan kehidupan politik yang meliputi aktivitas etnis, jika selalu berpijak pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikah kebijaksanaan/perwakilan serta salalu ditujukan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan asas legalitas yaitu dijlankan sesuai dengan hukum yang berlaku, dijalankan secara demokratis  dan dilaksanakan  berdasarkan prinsip-prinsisp moral. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakkan hukum  dinilai bermoral jika selau berdasarkan Pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi Pancasila merupakan tolak ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakkan hukum dalam sistem politik Pancasila.
Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernyataan tersebut secara normatif merupakan artikulasi sila ketuhanan yang maha esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi harus diingat bahwa Indonesia adalah negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara bedasarkan legitimasi religious. Sila ketuhanan yang maha esa lebih berkaitan legitimasi moral yang artinya proses penyelenggaraan negara dan kehidupan negara tidak boleh diarahkan pada paham anti Tuhan dan anti agama, akan tetapi harus selalu berdasarkan nilai-nilai ketuhanan yang maha esa.


Negara Indonesia juga harus berkemanusiaan yang adil dan beradap. Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggara negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan mempunyai kedudukan yang mutlak dalam kehidupan negara dan hukum, sehingga jaminan hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga negara. Sila kemanusiaan yang adil dan beradap mempunyai keterkaitan dengan sila ketuhanan yang maha esa karena memberikan legitimasi moral religious dan legitimasi moral kemanusiaan.
Negara Indonesia juga tidak bisa dipisahkan dari unsure persatuan karena sila persatuan Indonesia memberikan suatu penegasan bahwa negara Indonesia merupakan suatu kesatuan dalam hal ideology, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Proses penyelenggaraan sistem politik negara harus didasari oleh asas persatuan, dimana setiap keputusan politik yang dibuat tidak ditujukkan untuk memecah-belah bangsa. Oleh karena itu paham persatuan bangsa Indonesia bukanlah paham yang sempit (chauvinistis) melainkan paham kebangsaan yang luas.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan juga merupaan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa negara berasal dari rakyat dan segala kekuasaan senantiasa diarahkan untuk rakyat. Dengan demikian aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan, dan partisipasi politik harus berdasarkan legitimasi rakyat.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan legalitas hukum dalam kehidupan dan penyelenggaraan negara. Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan negara, yang menunjukkan setiap warga negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang adil dalam hukum. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara yang dapat mengakibatkan hancurnya tatanan kehidupan kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi praksis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya. Kebijaksanaan serta keputusan yang diambil dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut politik maupun global, yang menyangkut politik dalam maupun luar negeri, ekonomi baik nasional maupun global, yang menyangkut rakyat dan lainnyaselai berdasarkan hukum yang berlaku (legitimasi hukum), hrus mendapat legitimasi rakyat (legitimasi demokratis) dan juga harus berdasarkan prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral) (Kaelan, 2010: 102).
Etika politik sebagai cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan (yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan hubungan politik itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi.
Dan menurut Dadang Supadi (2008: 17) Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Setiap sila pada dasarnya merupakan asas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.



BAB V
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Alasan mengapa Pancasila dijadikan sebagai dasar sistem politik Indonesia karena sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber devariasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara atau sebagai sistem politik yang dianut Indonesia.
2.      Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan nilai kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
3.      Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan (1) asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, (2) disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi),  (3) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.
4.     
20
 
Pancasila merupakan dasar etika politik bagi bangsa Indonesia. Hal ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila menjadi sumber etika politik yang diimplementasikan dalam kehidupan politik bangsa Indonesia baik oleh rakyat maupun penguasa. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kehidupan politik yang meliputi berbagai aktivitas politis dinilai etis jika sealu berpijak pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikah kebijaksanaan/perwakilan serta salalu ditujukan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.      Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Setiap sila pada dasarnya merupakan asas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.
B.     SARAN
Sebagai dasar dalam penyelenggaraan sistem politik Indonesia nilai-nilai Pancasila harus diimplikasikan dalam etika politik bangsa Indonesia. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan asas legalitas yaitu dijlankan sesuai dengan hukum yang berlaku, dijalankan secara demokratis  dan dilaksanakan  berdasarkan prinsip-prinsisp moral. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakkan hukum  dinilai bermoral jika selau berdasarkan Pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi Pancasila merupakan tolak ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakkan hukum dalam sistem politik Pancasila.














DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. 1981. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Isaak, Alan C. 1975. Scope and methods of political science, rev. ed. Homewood, IL: Dorsey Press.
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kantaprawira, Rusadi. 1988. Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar. Bandung: Sinar Baru.
Mas'oed, Mohtar. 1995. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Notonegoro. 1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tujuh.
Sukarna. 1990. Sistem Politik. Jakarta: CV. Mandar Maju.
Suseno, Fanz Magnis. 2001. Kuasa dan Moral. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Supadi, Dadang. 2008. Pengantar lmu Politik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Triyanto. 2013. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CV. Budi Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar