MAKALAH IMPLEMENTASI
NILAI-NILAI PANCASLA SEBAGAI ETIKA POLITIK DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem
Politik Indonesia
Dosen Pengampu: Drs.
Hassan Suryono, S.H, M.Pd, M.H
BAB
I
PENDAHULUAN
Sebagai
suatu sistem filsafat, Pancasila mempunyai kedudukan dan peran utama sebagai
dasar filsafat negara. Dengan kedudukannya pancasila mendasari dan menjiwai
semua proses penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang serta menjadi rujukan
bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bersikap dan bertindak dalam kehidupannya
sehari-hari. Proses kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bias dilepaskan
dari dimensi kehidupan politik. Akan tetapi, kehidupan politik di setiap negara
tentu saja berbeda, salah satu penyebabnya adalah faktor perbedaan ideologi.
Kehidupan politik orang hidup di negara yang menganut paham liberal tentu saja
berbeda dengan kehidupan politik di negara yang menganut paham sosialis atau
komunis. Begitu juga dengan kehidupan kehidupan politik bangsa Indonesia.
Kehidupan
politik rakyat Indonesia selalu didasari oleh nilai-nilai Pancasila.pancasila
merupakan landasan dan tujuan kehidupan politik bangsa kita. Berkaitan dengan
hal tersebut proses pembangunan politik yang berlangsung di Negara kita
sekarang ini harus diarahkan pada proses implementasi sistem politik demokrasi
Pancasila yang handal yaitu sistem politik yang tidak hanya kuat, tetapi juga
memiliki kualitas kemandirian yang tinggi yang memungkinkannya untuk membangun
atau mengembangkan dirinya secara
teus-menerus sesuai dengan tuntutan aspirasi masyarakan dan perubahan
zaman.
|
BAB
II
PERMASALAHAN
Eksistensi sebuah
Negara salah satunya tergantung pada keberadaan ideologi yang menjadi dasar
suatu Negara. Eksistensi negara dalam berbagai urusan baik urusan kedalam
maupun keluar sangat dipengaruhi oleh ideologi yang dimilikinya.
Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh setiap negara, dalam hal ini adalah
pemerintahannya, selalu berdasarkan kepada ideologi nasional negara yang
besangkutan. Tidak hanya itu ideologi negara menjadi pandangan dan pedoman
hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam konteks kehidupan
politik, Pancasila harus dijadikan sebagai etika politik oleh setiap warga
negara Indonesia. Kebebasan yang diperoleh setiap warga negara dalam segalaaspek harus diimplementasikan
dengan berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sehingga setiap tindakan politik warga
negara selalu mencerminkan tindakan
politik yang menjujung tinggi Pancasila yaitu tindakan politik yang
berKetuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradap, menjunjung
tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan uraian
diatas, maka yang menjadi permasalahan utama dalam makalah ini adalah bagaimana implementasi nialai-nilai
Pancasila sebagai etika politik dalam sistem politik Pancasila? Untuk lebih
memfokuskan pembahasan, maka penulis merumuskan beberapa subpermasalahan yaitu:
1. Mengapa
Pancasila dijadikan dasar sebagai sistem politik Indonesia ?
2. Bagaimana
muatan Pancasila dalam kajian sistem politik ?
3. Bagaimana
nilai-nilai Pancasila sebagai sumber etika politik ?
4. Bagaimana
proses implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai etika politik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara?
|
BAB
III
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Pancasila
1. Pengertian Pancasila secara
Etimologis
Dilihat
dari asal usul kata atau etimologis, istilah Pancasila berasala dari bahsa Sansekerta. Menurut Mr. Muhammad Yamin
dalam bahasa Sansekerta Pancasila memiliki dua macam arti yaitu:
a. Panca
artinya “lima”, syila dengan vokal i pendek artinya “batu sendi” atau “dasar”.
b. Panca
artinya “lima”, syiila dengan vokal i panjang atinya “peraturan tingkah laku
yan baik atau penting”.
Oleh
karena itu secara etimologis kata Pancasila yang dimakdsudkan adalah istilah
Panca Syila dengan vokal i pendek
memiliki makna “berbatu sendi lima” atau “dasar yang memiliki lima unsur".
Sedangkan Panca Syiila dengan vokal i
panjang bermakna lima aturan tingkah laku yang penting. Pancasila tang berlaku
sekarang adalah Panca Syila dengan vokal
i pendek. Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi
pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
Dalam
buku Negarakertagama terdapat
ketentuan bagi raja yang berbunyi yatnaggegwani
pancasyiila kertasangkarbhisekka karma, yang artinya adalah raja
menjalankan dengan setia kelima pantangan (Pancasila). Dalam buku Sutasoma dikenal dengan istilah Panca
Krama. Dengan demikian Pancasila waktu itu adalah merupakan lima dasar tingkah
laku atau lima perintah kesusialaan.
|
2. Pengertian Pancasila secara
Terminologis
Pengertian
Pancasila secara terminologis berkaitan dengan pengucapan dan penulisan isi
rumusan Pancasila yang sah dan benar secara konstitusional. Yaitu yang
tercantum dalam Pembuakan Undang-undang Dasar 1945 alenia IV sebagai berikut:
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradap
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan
yag dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan
Pancasila yang tercantum dalam alenia IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
tersebut secara konsitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik
Indonesia yang disahkan oleh PPKI mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila
adalah dasar falsafah negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat
disimpulkan bahwa Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan
ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia
sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan, serta sebagai
pertahanan bangsa dan negara Indonesia (Notonegoro, 1975: 6).
3. Nilai-nilai Pancasila
Menurut Triyanto (2013: 68) Sebagai dasar filsafat negara
Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan perundang-undangan, melainkan
juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan nilai
kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara. Sehingga sebagai suatu dasar negara Pancasila memiliki nilai-nilai
tersendiri pada setiap silanya yaitu:
a. Nilai
Ketuhanan
Nilai ketuhanan
yang maha esa mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap
adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang atheis. Nilai ketuhanan
juga memiliki arti adanya pengakuan akan kebebasan beragama, menghormati
kemerdeaan agama, dan tidak diskriminatif antar umat beragama.
b. Nilai
Kemanusiaan
Nilai
kemanusiaan yang adil dan beradap mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku
sesuai dengan nilai-nilai moral dalam kehidupan bersama atas dasar tuntutan
hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai
Persatuan
Nilai persatuan
Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk
membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia
juga mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki
bangsa Indonesia.
d. Nilai
Kerakyatan
Nilai kerakyatan
yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung
makna suatun pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan
cara musyawarah untuk mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e. Nilai
Keadilan
Nilai keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus
tujuan yaitu tercpainya Indonesia yang adil dan makmur secara lahir dan batin.
Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif.
B.
Sistem
Politik
1. Pengertian Sistem
Menurut
"Webster's New Collegiate Dictionary" seperti dikutip oleh
Sukarna kata 'system' berasal dari kata syn' dan 'histanai' yang
artinya "to place together" (menempatkan bersama-sama). Sistem
diartikan sebagai "a complex of ideas, principles, etc., forming a
coherent whole, as the American system of government" (suatu kompleks
gagasan, prinsip dan lain sebagainya, yang membentuk suatu keseluruhan yang
berhubung-hubungan, seperti misalnya sistem pemerintahan Amerika).
(Sukarna, 1990: 13).
"Advanced
Learners Dictionary," seperti dikutip oleh Sukarna,
mengartikan sistem sebagai "a group of facts, ideas, beliefs, etc.
arranged in an orderly way, as a system of philosophy" (sekelompok
fakta, gagasan, kepercayaan dan lain sebagainya yang ditata dengan secara rapi,
seperti suatu sistem filsafat). Dari dua pengertian tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa sistem adalah merupakan sesuatu yang berhubung-hubungan satu
sama lain sehingga membentuk suatu kesatuan. Suatu sistem, dengan demikian,
pasti mempunyai struktur yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang satu sama
lain saling berjalinan, dan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain sehingga
membentuk suatu kesatuan yang bulat.
Dalam
kaitannya dengan pengertian ini maka Almond dan Powell, sebagaimana dikutip
oleh Rusadi Kantaprawira (1988: 4) mengatakan bahwa: "system implies
the interdependence of parts, and a boundary between it and its environment. By
'interdependence' we mean that when the characteristics of one part in a system
change, all the other parts and the system as a whole are affected" (sistem
menunjukkan saling ketergantungan dari bagian-bagian, dan perbatasan antara
sistem dengan lingkungannya.
2. Pengertian Politik
Menurut
Alan C. Isaak (1975: 15) politik sering diartikan sama dengan pemerintahan (government),
pemerintahan atas dasar hukum (legal government), atau negara (state).
Selain itu politik juga sering diartikan sama dengan kekuasaan power), kewenangan
(authority) dan atau perselisihan (conflict). Politik (politics atau political) "meliputi
peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar pusat-pusat pembuatan keputusan
pemerintah".
Charles
Hyneman sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak mengartikan politik sebagai
"pemerintahan atas dasar hukum". "Titik pusat perhatian ilmu
politik Amerika adalah bagian dari masalah-masalah kenegaraan yang berpusat di
pemerintahan, dan macam atau bagian pemerintahan yang berbicara melalui
undang-undang". Dengan demikian ada dua versi yang mendefinisikan politik
sama dengan pemerintahan: versi pertama hanya membicarakan tentang
pemerintahan, sedangkan versi kedua yang dibicarakan tidak hanya pemerintahan
akan tetapi juga undang-undang.
Definisi
berikutnya mempersamakan politik atau sistem politik sebagai "penjatahan
nilai-nilai bagi suatu masyarakat dengan secara sah" (the authoritative
allocation of societal values). Definisi ini dikemukakan oleh David Easton
dan lebih menekankan pada aktifitas atau kegiatan daripada pada lembaga.
Menurut Easton "penjatahan nilai-nilai secara sah" merupakan jenis
kegiatan yang menarik bagi kita dengan alasan karena setiap nilai masyarakat
dibutuhkan oleh setiap orang, bahwa orang-orang memiliki kepentingan atau
tujuan yang berbeda-beda dan kepentingan atau tujuan yang berbeda-beda ini
harus dialokasikan, dibagi-bagikan oleh seseorang atau oleh sesuatu, dan inilah
yang disebut situasi power atau konflik" (Isaak, 20).
Perbedaan
antara Harold Laswell yang mendefinisikan politik sebagai "Who Gets
What When How?" dengan Easton adalah bahwa apabila Laswell menekankan
pada peranan power dalam proses distribusi, maka Easton menekankan pada
hubungan antara apa yang masih ada di dalam sistem (tumbuhan) dan apa yang
keluar dari sistem (keputusan). Atau dengan kata lain Easton memusatkan
perhatiannya pada keseluruhan sistem politik, sementara Laswell memusatkan
perhatiannya hanya pada individu yang memiliki pengaruh paling besar pada
proses distribusi, yaitu mereka yang memiliki power.
Pengertian
politik berasal dari kata “politic”
yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatubsistem politik atau
negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti
dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Berdasarkan pengertian-pengertian pokok
tentang politik maka secara operasional bidang politk menyangkut konsep-konsep
pokok yang berkaitan dengan negara (state),
kekuasaan (power), pengambilan
keputusan (decionmaking), kebijaksanaan
(policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation).
(Miriam Budiarjo, 1981:
8).
3. Pengertian Sistem Politik
Bahwa
yang dimaksud dengan sistem politik adalah "sistem pengambilan keputusan
yang mengikat masyarakat" atau "sistem pengalokasian nilai-nilai
kemasyarakatan dengan secara sah kepada masyarakat". Kehidupan politik
dapat dilibatkan dengan melihat segi-seginya satu persatu, seperti menyelidiki
berfungsinya lembaga-lembaga politik (partai politik, kelompok kepentingan, pemerintahan,
dan voting), juga mempelajari sifat-sifat dan akibat-akibat dari
praktek-praktek politik (propaganda, manipulasi, kekerasan), atau juga meneliti
struktur tempat terjadinya praktek-praktek seperti tersebut di atas.
(Mohtar Mas'oed, 1995:
4).
Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses
dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan
(masyarakat/negara). Menurut Almond, Sistem
Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka yang
menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.
Menurut Rober A. Dahl,
Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan – hubungan antara manusia
yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan,
ataupun wewenang. Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah
mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan
satu sama lain yang menunjukan suatu proses
yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan
datang).
C.
Makna
Etika Politik
Sebagai salah
satu cabang etika, etika politik merupakan salah satu bentuk filsafat praktis.
Secara sederhana etika politik dapat diartikan sebagai cabang etika yang
mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam menjalankan
kehidupannya. Jadi etika politik tidak hanya mempertanyakan tanggung jawab dan
kewajiban manusia sebagai warga negara saja, melainkan seluruh aktivitas
hidupnya. Hal ini dikarenakan ruang lingkup kehidupan politik yang mencakup
bidang kehidupan lainnya. Dengan kata lain etika politik berkenaan dengan
dimensi politis kehidupan manusia (Franz Magnis Suseno, 2001: 17).
Secara
substantif etika politik dapat dipisahkan dengan subjek etika yaitu manusia.
Oleh karena itu etika politik berkaitan dengan bidang pembahasan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral selalu menunjuk pada manusia
sebagai subjek etika. Walaupun kedudukan dan sifat manusia selalu berkaitan
dengan masyarakat, bangsa, dan negara, etika politik tetap meletakkan dasar
fundamental manusia sebagai manusia bukan sebagai warga negara. Hal ini semakin
menegaskan bahwa etika politik mendasarkan suatu kebijakan kepada hakekat
manusia sebagai makhluk yang beradap dan berbudaya (Franz Magnis Suseno, 2001:
19).
Prinsip-prinsip
dasar etika politik itu dalam realisasi praksis dalam kehidupan kenegaraan
senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya. Kebijaksanaan
serta keputusan yang diambil dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut
politik maupun global, yang menyangkut politik dalam maupun luar negeri,
ekonomi baik nasional maupun global, yang menyangkut rakyat dan lainnyaselai
berdasarkan hukum yang berlaku (legitimasi hukum), hrus mendapat legitimasi
rakyat (legitimasi demokratis) dan juga harus berdasarkan prinsip-prinsip
moralitas (legitimasi moral) (Kaelan, 2010: 102).
Dan
pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di
negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk
beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “kemanusian
yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.
Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan (Dadang Supadi, 2008: 17).
Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan (Dadang Supadi, 2008: 17).
BAB
IV
PEMBAHASAN
A.
Pancasila
sebagai Dasar Sistem Politik Indonesia
Beberapa tokoh
nasional telah merumuskan konsep Pancasila sesuai dengan sudut Pandang
masing-masing. Namun jika dicermati, secara umum definisi konsep tersebut
relatif sama. Menurut
Muhammad Yamin Pancasila merupakan merupakan lima dasar
yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia. Sedangkan menurut Notonegoro (1975:
6) Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang
diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu,
lambang persatuan dan kesatuan, serta sebagai pertahanan bangsa dan negara
Indonesia.
Sukarna (1990:
13) telah mendefinisikan sistem sebagai suatu kompleks gagasan, prinsip dan
lain sebagainya, yang membentuk suatu keseluruhan yang berhubung-hubungan.
Pengertian sistem yang lain disampaikan oleh Rusadi Kantaprawira (1988: 4) yang
menyatakan bahwa sistem menunjukkan saling ketergantungan dari bagian-bagian,
dan perbatasan antara sistem dengan lingkungannya. Yang dimaksud dengan saling
ketergantungan adalah bahwa bila ciri-ciri dari salah satu bagian dalam suatu
sistem itu berubah, maka semua bagian yang lain dan sistem itu secara keseluruhan
akan terpengaruh.
|
Sehingga yang
dimaksud dengan sistem politik seperti yang disampaikan oleh Mohtar Mas'oed
(1995: 4) adalah "sistem pengambilan keputusan yang mengikat
masyarakat" atau "sistem pengalokasian nilai-nilai kemasyarakatan
dengan secara sah kepada masyarakat". Kehidupan politik dapat dilibatkan
dengan melihat segi-seginya satu persatu, seperti menyelidiki berfungsinya
lembaga-lembaga politik (partai politik, kelompok kepentingan, pemerintahan,
dan voting), juga mempelajari sifat-sifat dan akibat-akibat dari
praktek-praktek politik (propaganda, manipulasi, kekerasan), atau juga meneliti
struktur tempat terjadinya praktek-praktek seperti tersebut di atas.
Dengan
menggabungkan hasil-hasil penyelidikan itu kita dapat mempersoalkan suatu
gambaran kasar tentang apa yang terjadi dalam setiap unit politik. Akan tetapi
perlu disadari bahwa masing-masing bagian dan arena politik yang lebih besar
itu tidaklah berdiri sendiri-sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan
yang lain; atau dengan kata lain, berfungsinya satu bagian tidak akan dapat
dipahami tanpa memperhatikan cara berfungsinya keseluruhan bagian-bagian itu
sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat penting memandang
kehidupan politik sebagai suatu sistem kegiatankegiatan yang satu sama lain
saling berkait-kaitan. Sifat saling berkaitan atau ikatanikatan sistemis dari
kegiatan-kegiatan ini berasal dari fakta bahwa semua kegiatan itu mempengaruhi
cara pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan otoritatif itu dalam
masyarakat.
Sehingga alasan
mengapa Pancasila dijadikan sebagai dasar sistem politik Indonesia karena
sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber devariasi
peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas
terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta berbagai
kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara atau sebagai sistem
politik yang dianut Indonesia.
B.
Muatan
Pancasila dalam Kajian Sistem Politik
Ada
sejumlah muatan dari Pancasila yang dijadikan sebagai kajian
dalam konsepsi politis. Pertama, Pancasila
sebagai konsepsi politis menawarkan jalan keluar bagi usaha menghindari
otoritarianisme negara, dan usaha mengembangkan ‘pluralisme’ sebagai ciri
permanen dari kebudayaan publik yang demokratis di Indonesia. Sebagai konsepsi
politis, Pancasila tidak membuka ruang bagi penggunaan kekuasaan negara yang
bersifat memaksa (koersif) sebagaimana terjadi pada kasus ideologi sebagai
doktrin yang komprehensif, karena konsepsi politis tidak beranggapan menerima
doktrin komprehensif tertentu, sebaliknya, sebagai sebuah konsepsi politis
Pancasila menghormati keberadaan doktrin-doktrin komprehensif, dan ini akan
menghasilkan kesatuan (kohesi) sosial akibat dukungan yang diperoleh dari
keragaman (diversity) doktrin-doktrin komprehensif yang ada dalam masyarakat.
Kedua, Pancasila
sebagai konsepsi politis memberikan jalan keluar dari kesulitan yang ada selama ini tentang jarak atau
ketidakjelasan yang sering dianggap sebagai masalah antara ajaran Pancasila dan
perkembangan sosial, politik dan ekonomi. Pancasila sebagai konsepsi politis
hanya berlaku pada domain politis struktur dasar masyarakat dari kehidupan
bernegara, sementara keyakinan atau nilai lain yang mungkin ada di luar yang
politis sebagaimana berlaku pada asosiasi, atau keluarga atau orang-perorang,
tetap dibiarkan hidup dan harus dihormati perkembangannya oleh negara.
Ketiga,
Pancasila sebagai konsepsi politis dapat memperkuat kebebasan, persamaan, dan
hak-hak sipil dan politik dasar bagi warga negara yang hidup dalam sebuah
negara, dan bersamaan dengan itu juga memperkuat gagasan fundamental tentang Pancasila
sebagai dasar negara. Gagasan fundamental tentang dasar negara ini tidak lain
adalah gagasan tentang ‘arti penting konstitusional’ (constitutional
essentials), yaitu prinsip-prinsip fundamental yang menentukan struktur
dari proses politik kekuasaan legislatif, eksekutif, dan lembaga peradilan, dan
juga kebebasan, hak-hak sipil dan politik dasar yang harus dihormati oleh
mayoritas legislatif, seperti hak ikut dalam pemilihan dan berpartisipasi dalam
politik, kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat, dan juga perlindungan
hukum. Jika Pancasila sebagai konsepsi politis dapat memberikan kerangka
prinsip-prinsip dan nilai yang masuk akal untuk memecahkan masalah-masalah yang
berhubungan dengan arti penting konstitusional (constitutional essentials)
ini, maka besar kemungkinan bahwa keragaman dari doktrin-doktrin komprehensif
yang ada dalam masyarakat akan mendukungnya.
C.
Nilai-nilai
Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Sebagaimana
yang telah dinyatakan oleh Triyanto (2013: 68) yang menyatakan
bahwa sebagai dasar filsafat negara
Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan perundang-undangan, melainkan
juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan nilai
kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara. Sila pertama ketuhanan yang maha esa dan sila kedua kemanusiaan yang
adil dan beradap merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan
dan kenegaraan Indonesia.
Negara
Indonesia yang berdasarkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu bukanlah
negara “Teokrasi” yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggara negara
pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak
berdasarkan legitimasi religius, melainkan berdasarkan nilai hukum serta
demokrasi. Oleh karena itu asas sila ketuhanan yang maha esa lebih berkaitan
dengan legitimasi moral. Hal inilah yang
membedakan negara yang berketuhanan yang maha esa dengan negara teokrasi. Walaupun
dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara
moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari
Tuhan.
Sila
kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan bernegara. Dalam
kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, yaitu setiap
manusia berhak mendapatkan hak, pandangan serta perlakuan yang sama tanpa
membeda-bedakan manusia tersebut dari segi ras, suku, keturunan, status
maupun agama. Selain itu asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar
moralitas dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Dalam Sila
ketiga Persatuan Indonesia terkandung pengertian bahwa bangsa Indonesia sebagian dari umat manusia
di dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu
cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama. Sila ketiga
Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena
seluruh sila merupakan suatau kesatuan yang bersifat sistematis. Nilai yang
terkandung dalam sila ini adalah sebagai penjelmaan dari sifat kodrat manusia
monodualis yaitu sebagi makhluk individu dan sosial. Konsekuensinya negara
adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang
dilukiskan dalam satu semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Perbedaan bukannya untuk
digunjing menjadi suatu konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada
persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara
adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat seperti yang terdapat dalam sila keempat
yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/ perwakilan. Rakyat merupakan
asal mula kekuasaaan negara sehingga dalam pelaksanaan dan penyelenggara negara
segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada
rakyat sebagai pendukung pokok negara.
Negara
Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan dalam hidup bersama
sebagaimana terkandung dalam sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia itu merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu
pelaksanaan ndan penyelenggaraan negara harus berdasarkan hukum yang berlaku
agar terciptanya perdamaian serta keadilan dalam hidup bersama.
Sebagai salah
satu cabang etika seperti yang telah disampaikan oleh Franz Magnis Suseno
(2001: 17) etika politik merupakan salah satu bentuk filsafat praktis. Secara
sederhana etika politik dapat diartikan sebagai cabang etika yang mempertanyakan
tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam menjalankan kehidupannya. Jadi etika
politik tidak hanya mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai
warga negara saja, melainkan seluruh aktivitas hidupnya. Hal ini dikarenakan
ruang lingkup kehidupan politik yang mencakup bidang kehidupan lainnya. Dengan
kata lain etika politik berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia
Etika politik
mempunyai fungsi yang terbatas dalam masyarakat yaitu hanya berkutat pada
penyediaan alat-alat teoritis yang mempertanyakan legitimasi politik secara
bertanggung jawab. Etika politik tidak berdasarkan emosi, prasangka dan
apriori, melainkan berdasarkan pada aspek rasionalitas, objektivitas, dan argumentasi.
Akan tetapi etika politik membantu agar pembahasan-pembahasan masalah ideologis
dapat dijalankan secara objektif. Etika politik dapat memberikan orientasi dan
pegangan normatif bagi setiap orang yang
mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolak ukur martabat
manusia atau mempertanyakan legitimasi moral sebuah keputusan politik.
Oleh karena itu,
hukum dan kekuasaan membutuhkan suatu legitimasi atau pengakuan dan pengesahan
secara moral dari masyarakat. Dengan kata lain, hukum harus menunjukkan bahwa
dirinya berasal dari nilai-nilai moral yang berkembang dimasyarakat, bukan
berasal dari kekuasaan belaka dan merupakan suatu bentuk keputusan bersama.
Begitu juga dengan negara, dalam melaksanakan kekuasaannya harus berdasarkan
pada tatanan normatif yang merupakan kehendak bersama warga negaranya.
Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara
dijalankan sesuai dengan (1) asas legalitas (legitimasi
hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, (2) disahkan dan
dijalankan secara demokratis (legitimasi
demokrasi), (3) dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertntangan dengannya (legitimasi moral). Pancasila sebagai
suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.
D. Implementasi nilai-nilai Pancasila
sebagai Etika Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pancasila merupakan dasar etika
politik bagi bangsa Indonesia. Hal ini
mengandung pengertian, nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
menjadi sumber etika politik yang selalu mewarnai dan diamalkan dalam kehidupan
politi bangsa Indonesia. Oleh karena itu dapat dikatakan kehidupan politik yang
meliputi aktivitas etnis, jika selalu berpijak pada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikah kebijaksanaan/perwakilan serta salalu ditujukan untuk
mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara
dijalankan asas legalitas yaitu dijlankan sesuai dengan hukum yang berlaku,
dijalankan secara demokratis dan
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsisp
moral. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakkan hukum dinilai bermoral jika selau berdasarkan
Pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi Pancasila
merupakan tolak ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakkan hukum
dalam sistem politik Pancasila.
Negara Indonesia berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernyataan tersebut secara normatif merupakan
artikulasi sila ketuhanan yang maha esa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Akan tetapi harus diingat bahwa Indonesia adalah negara Teokrasi
yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara bedasarkan
legitimasi religious. Sila ketuhanan yang maha esa lebih berkaitan legitimasi
moral yang artinya proses penyelenggaraan negara dan kehidupan negara tidak
boleh diarahkan pada paham anti Tuhan dan anti agama, akan tetapi harus selalu
berdasarkan nilai-nilai ketuhanan yang maha esa.
Negara Indonesia juga harus
berkemanusiaan yang adil dan beradap. Manusia merupakan dasar kehidupan serta
pelaksanaan dan penyelenggara negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan
mempunyai kedudukan yang mutlak dalam kehidupan negara dan hukum, sehingga
jaminan hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga negara. Sila
kemanusiaan yang adil dan beradap mempunyai keterkaitan dengan sila ketuhanan
yang maha esa karena memberikan legitimasi moral religious dan legitimasi moral
kemanusiaan.
Negara Indonesia juga tidak bisa
dipisahkan dari unsure persatuan karena sila persatuan Indonesia memberikan
suatu penegasan bahwa negara Indonesia merupakan suatu kesatuan dalam hal
ideology, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Proses
penyelenggaraan sistem politik negara harus didasari oleh asas persatuan,
dimana setiap keputusan politik yang dibuat tidak ditujukkan untuk
memecah-belah bangsa. Oleh karena itu paham persatuan bangsa Indonesia bukanlah
paham yang sempit (chauvinistis)
melainkan paham kebangsaan yang luas.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan juga merupaan sumber
etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa negara berasal
dari rakyat dan segala kekuasaan senantiasa diarahkan untuk rakyat. Dengan
demikian aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif,
legislatif, dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan, dan
partisipasi politik harus berdasarkan legitimasi rakyat.
Sila keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia memberikan legalitas hukum dalam kehidupan dan penyelenggaraan
negara. Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek
keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan negara, yang
menunjukkan setiap warga negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang adil dalam
hukum. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan
akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara yang dapat
mengakibatkan hancurnya tatanan kehidupan kenegaraan serta terpecahnya
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Prinsip-prinsip
dasar etika politik itu dalam realisasi praksis dalam kehidupan kenegaraan
senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya. Kebijaksanaan
serta keputusan yang diambil dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut
politik maupun global, yang menyangkut politik dalam maupun luar negeri,
ekonomi baik nasional maupun global, yang menyangkut rakyat dan lainnyaselai
berdasarkan hukum yang berlaku (legitimasi hukum), hrus mendapat legitimasi
rakyat (legitimasi demokratis) dan juga harus berdasarkan prinsip-prinsip
moralitas (legitimasi moral) (Kaelan, 2010: 102).
Etika
politik sebagai cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan
norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu
masyarakat kenegaraan (yang menganut system politik tertentu) berhubungan
secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan
hubungan politik itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan
kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi.
Dan
menurut Dadang Supadi (2008: 17) Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika
yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita berada kita
diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila
ke dua “kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran
pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Setiap sila
pada dasarnya merupakan asas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu
kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas
dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.
BAB
V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Alasan mengapa Pancasila dijadikan
sebagai dasar sistem politik Indonesia karena sebagai dasar filsafat negara
Pancasila tidak hanya merupakan sumber devariasi peraturan perundang-undangan,
melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan
legitimasi kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara atau sebagai sistem politik yang dianut Indonesia.
2. Sebagai dasar filsafat negara
Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan perundang-undangan, melainkan
juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan nilai
kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara.
3. Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negara dijalankan sesuai dengan (1) asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang
berlaku, (2) disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi), (3)
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan
dengannya (legitimasi moral). Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.
4.
|
5. Pancasila
memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini.
Setiap sila pada dasarnya merupakan asas dan fungsi sendiri-sendiri, namun
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah
suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri
terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling
bertentangan.
B.
SARAN
Sebagai dasar
dalam penyelenggaraan sistem politik Indonesia nilai-nilai Pancasila harus diimplikasikan
dalam etika politik bangsa Indonesia. Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara
dijalankan asas legalitas yaitu dijlankan sesuai dengan hukum yang berlaku,
dijalankan secara demokratis dan
dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsisp moral. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakkan hukum dinilai bermoral jika selau berdasarkan
Pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi Pancasila
merupakan tolak ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakkan hukum
dalam sistem politik Pancasila.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. 1981. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Isaak, Alan C. 1975. Scope
and methods of political science,
rev. ed. Homewood, IL: Dorsey Press.
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:
Paradigma.
Kantaprawira, Rusadi. 1988. Sistem Politik Indonesia: Suatu
Model Pengantar. Bandung: Sinar Baru.
Mas'oed, Mohtar. 1995. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Notonegoro. 1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tujuh.
Sukarna.
1990. Sistem Politik. Jakarta:
CV. Mandar Maju.
Suseno, Fanz Magnis. 2001. Kuasa dan Moral. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Supadi, Dadang. 2008. Pengantar lmu Politik. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Triyanto. 2013.
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CV. Budi Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar